Selain Singapura, Industri CCS Indonesia Mulai Dilirik Jepang

Rena Laila Wuri
21 Februari 2024, 18:21
Petugas memeriksa keran pipa sumur saat proses injeksi CO2 di sumur JTB-161 Mundu, Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (26/10/2022). Pertamina melakukan injeksi perdana CO2 ke sumur minyak sebagai langkah awal penerapan teknologi Carbon Capture, Utili
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara./hp.
Petugas memeriksa keran pipa sumur saat proses injeksi CO2 di sumur JTB-161 Mundu, Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (26/10/2022). Pertamina melakukan injeksi perdana CO2 ke sumur minyak sebagai langkah awal penerapan teknologi Carbon Capture, Utilization & Storage (CCUS) untuk meningkatkan produksi minyak dalam negeri.
Button AI Summarize

Indonesia berpotensi menjadi pusat perdagangan karbon dunia melalui carbon capture, and storage (CCS) dan carbon capture, utilization, and storage (CCUS). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan beberapa negara mulai melirik kerjasama CCS dengan Indonesia, seperti Singapura dan Jepang

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM, Noor Arifin, mengatakan Indonesia sudah melakukan perjanjian kerja sama CCS dengan Singapura. Sementara Jepang saat sudah menyatakan ketertarikan untuk bekerja sama, namun beum melakukan perjanjian bilateral.

“Jepang tertarik tapi belom bikin mou, baru secara korporasi," kata Noor Arifin, saat di temui di Gedung Lemigas, Jakarta, Selasa (20/2).

Ia mengatakan, Indonesia sebenarnya belum melakukan promosi industri CCS ke tingkat dunia. Akan tetapi, industri CCS Indonesia sudah mulai dilirik negara lain karena memiliki payung hukum yaitu Peraturan Presiden no. 14 tahun 2024 yang mengatur tentang penyimpanan karbon lintas negara atau cross border termaju di dunia.

“Sepertinya begitu tapi tanpa sadar [banyak yang melirik]. Karena mungkin regulasinya sepertinya termaju di dunia kita itu, Indonesia,” katanya.

Noor Arifin mengatakan, negara lain melihat peluang ini dari sisi keekonomian transportasinya. Negara-negara penghasil emisi karbon akan mencari negara terdekat untuk melakukan injeksi. Semakin dekat dengan Indonesiam maka biayanya makin murah.

Berdasarkan Perpres no. 14 tahun 2024, Indonesia mengalokasikan 30% dari total kapasitas yang dimilikinya agar dapat digunakan untuk karbon yang berasal dari luar negeri. Sementara untuk penyimpanan domestik dialokasikan sebesar 70%.

DirekturJenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian ESDM,  Tutuka Ariadji, mengatakan meski begitu Indonesia harus profesional dan jangan salah langkah dalam penyimpanan karbon lintas negara ini.

“Sebagai negara yang diberkahi penyimpanan karbon tidak lantas ini punya saya, saya tidak mau menampung limbah dari negara lain,” katanya.

Tutuka mengatakan ada persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan luar negeri yang akan menyimpan emisi karbonnya di Indonesia. Penyimpanan karbon yang berasal dari luar negeri, hanya dapat dilakukan oleh penghasil karbon yang melakukan investasi atau terafiliasi dengan investasi di Indonesia. 

Halaman:
Reporter: Rena Laila Wuri
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...